Rawa Tripa, Surga Penghancur Emisi yang Tersembunyi dan
Tersakiti
Peta Kawasan Hutan Gambut Rawa Tripa
و لا تفسدوا في الارض بعد
اصلاحها وادعوه خوفا و طمعا ان رحمت الله قريب من المحسنين
Artinya:”Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah( memperbikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan).Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.
ظهر الفسد في البر و البحر بما كسبت ايدي الناس ليديقهم بعض الدي عملوا
لعلهم يرجعون
Artinya:”Telah nampak kerusakan di
darat dan di aaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibbat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).
Ayat di atas
secara jelas mengatakan bahwa kita sebagai manusia dilarang keras untuk membuat
kerusakan di muka bumi.Sebagai manusia, nyatanya alam hanyalah titipan dan
bukan milik kita.Maka, sebagai titipan, kita harus menjaga alam dengan
baik.Namun, ironisnya kita malah merusak alam.Hal ini tentunya sudah merupakan
rahasia umum bahwa manausia hanya menerima apa yang ada di alam,
mengeksploitasinya secara berlabihan tapi tidak mau bertanggung jawab terhadap
kerusakan.Tentu, tidak semua manusia berbuat demikian.Akan tetapi, persentase
orang yang berbuat kerusakan lebih banyak dari yang ingin menyelamatkan.Hal ini
kemudian menimbulkan permasalahan yang lebih pelik, yaitu mampukah kita
menyelamatkan alam dari tangan-tangan jahil yang hanya ingin mengambil
keuntungan darinya?.
Kerusakan alam
saat ini telah terjadi dimana-mana, termasuk di provinsi paling ujung pulau
Sumatera, yaitu Aceh.Kerusakan alam di Aceh yang paling banyak dibahas adalah
kerusakan yang terjadi di Gunung Leuser.Kerusakan yang terjadi di Leuser yang
merupakan salah satu pori-pori dunia itu membuat banyak hewan dan tumbuhan
kehilangan habitat.Eksploitasi terhadap kayu yang berlebihan tapi reboisasi
membuat beberapa daerah di Aceh terkena imbasnya, misalnya Lhoksukon yang
sering kebanjiran.
Akan tetapi,
tidak banyak yang mengetahui sangat banyak masalah lingkungan lainnya yang
terjadi di Aceh.Salah satunya adalah masalah Rawa Tripa .Rawa
tripa adalah suatu kawasan lahan gambut seluas 61.803 hektare di pantai barat
provinsi Aceh.Tripa mengandung keberagaman hayati yang tinggi.Tripa adalah
salah satu dari enam tempat di mana masih terdapat orang utan Sumatera (Pongo
abelii) yang terancam, dan salah satu prioritas UNEP-GRASP untuk spesies
tersebut.Tripa mengandung antara 50 dan 100 juta ton karbon dan merupakan
penampungan karbon yang positif (Wikipedia Indonesia).
Ekositem Tripa, Pongo abelii
Lahan gambut
sendiri memiliki banyak fungsi.Lahan gambut merupakan salah satu hal ynag sangat
penting untuk menjaga kestabilan lingkungan.Ekosistem gambut, nyatanya juga
merupakan penyangga hidrologi dan cadangan karbon yang sangat penting bagi
kehidupan.Lahan gambut juga dapat memitigasi perubahan iklim dan mengurangi
pemanasan global.Semakin tebal gambut, semakin penting fungsinya dalam
memberikan perlindungan terhadap lingkungan.Luas lahan gambut di Aceh mencapai
274.051,00 Ha dan kandungan karbonnya mencapai 458, 86 juta ton.
Pembakaran Lahan Gambut Rawa Tripa
Rawa Tripa
merupakan salah satu lahan gambut terluas di Aceh dan merupakan tempat penampungan
karbon yang sangat banyak juga.Rawa Tripa saat ini sedang terancam
keberadaannya dikarenakan ada beberapa pihak yang berusaha menghancurkan Tripa
dengan membakar lahan gambutnya dan menggali saluran untuk menanam
sawit.Padahal, Tripa sangat penting perannya sebagai penghancur emisi.Namun,
tidak banyak orang yang mengetahuinya.Hal ini terbukti saat penulis menanyakan
beberapa hal tentang Rawa Tripa kepada beberapa teman yang merupakan penduduk
asli dari Nagan Raya.Menurut beberapa teman tersebut, Tripa hanyalah kebun
kepala sawit yang sangat besar wilayahnya.Ketika penulis bertanya apakah Mereka
mengetahui bahwa Tripa sebenarnya adalah rawa gambut, mereka menjawab bahwa
mereka baru mendengar hal ini untuk pertama kalinya.Keberadaan Tripa yang
sangat jauh juga membuat banyak orang tidak tahu tentang Tripa.
Hal inilah
yang kemudian menyebabkan kita sulit melindungi Tripa.Ketidaktahuan kita
tentang Rawa Tripa saja sudah menjadi bukti bahwa eksploitasi berlebihan yang
dilakukan terhadap Tripa juga tidak kita
ketahui.Fakta lain yang lebih mencengangkan sebenarnaya adalah atensi yang
diberikan masyarakat untuk melindungi Tripa sangat sedikit.Sejatinya, semua hal
bisa dimulai dari masyarakat karena masyarakat memiliki kekuasaan yang lebih
besar daripada para akademisi dan pemerhati lingkungan.Ini fundamental dan
tidak bisa ditawar.Mengajak masyarakat, memberikan sosialisasi dan
menyelamatkan Tripa secara bersama-sama.
Tentunya, hal
tersebut tidak akan berjalan begitu mudahnya.Namun, satu hal yang pasti, ketika
kita ingin menyelamatkan lingkungan, hal yang sangat dibutuhkan adalah
kesabaran dan keikhlasan.Sesuatu yang sudah rusak bisa diperbaiki, meski pada
akhirnya ia tidak akan sesempurna dulu.Pun demikian halnya dengan Rawa
Tripa.Rawa Tripa yang memiliki banyak fungsi tersebut akan semakin hancur jika
kita tidak melindunginya bersama-sama.Oleh karena itu, kita harus menyelamatkan
Rawa Tripa, setidaknya dengan tidak membiarkan lagi tangan-tangan nakal untuk
menyentuh Rawa Tripa lagi.
Selamatkan Tripa!!!!!!!!!
Selamatkan Tripa, karena kalau bukan sekarang, kapan lagi?.Haruskah kita menunggu kehancuran yang lebih besar?.Tripa adalah warisan, yang artinya, warisan tersebut nantinya juga akan dipakai oleh anak dan cucu kita, jadi kita tidak boleh semena-mena.Jika Tripa tidak dijaga, bukan tidak mungkin, Aceh yang saat ini sudah panas akan semkin panas nantinya.Maka dari itu, untuk kemaslahatan kita bersama, marilah kita sama-sama menjaga dan mempertahankan Tripa.